Tuesday, May 17, 2011

Aku di Sini Bukan untuk Walnut


Para filsuf berkata, “Kami suka musik karena ia mirip suara-suara bulat penyatuan. Sebelumnya kami merupakan bagian dari sebuah harmoni, sehingga saat-saat treble dan bass dibunyikan membawa ingatan kami kepadanya. Tapi bagaimana hal itu dapat terjadi di dalam tubuh padat yang penuh dengan lupa, keraguan, dan duka? Hanya akan seperti air yang mengalir dalam tubuh kita. Memang akan menjadi lebih asam dan lebih pahit, tapi tetap sebagai urin yang membendung kualitas air".
 
Itu akan memadamkan api!
 
Jadi, ada musik itu yang mengalir melalui tubuh-tubuh kita yang akan mencari-cari kegelisahan jiwa.
 
Mendengar suara, kita mengumpulkan kekuatan. Cinta menyala dengan melodi. Kepada pecinta, musik memberikan ketenangan dan menyediakan bentuk imajinasi. Musik bernafas pada api diri, dan membuat kita menjadi lebih peka.
 
Genangan air ini sungguh-sungguh dalam.
 
Seorang manusia haus memanjat sebuah pohon walnut untuk ke kolam renang dan melemparkan satu persatu walnut ke air. Begitu seksama, dia mendengarkan suara yang berdentum dan mengamati balon-balon yang muncul dari dentuman itu.
 
Seorang manusia yang lebih rasional berkata, “Kau akan menyesal melakukan ini. Begitu jauh kau dari air tempat walnut-walnut kau lemparkan. Begitu kau turun, air akan membawa mereka jauh.”
 
Seorang filsuf menjawab, “Aku di sini bukan untuk walnut, aku menginginkan musik yang ditimbulkan oleh walnut yang kulemparkan ke dalam air.”
 
The Book of Love oleh Jalaluddin Rumi. Terjemahan ke Inggris oleh Coleman Barks.